Budaya dan TradisiFaktaInformasi

Nama Asli Wali Sanga: Identitas Sejati Para Pemimpin Spiritual

Indonesia adalah tanah yang subur dengan sejarah yang kaya, mencakup periode panjang penyebaran agama Islam. Di tengah berbagai budaya dan tradisi, muncul sembilan tokoh agung yang dikenal sebagai “Wali Sanga” atau “Wali Songo” yang membawa cahaya Islam ke kepulauan Nusantara. Mari kita merenung dalam kisah menakjubkan mereka, dan mengungkap nama asli yang jarang diketahui.

Wali Sanga
Wali Sanga
Nama Wali Sanga Nama Asli Wali Sanga
Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim
Sunan Ampel Ahmad Rahmatillah / Raden Rahmat
Sunan Bonang Raden Maulana Makdum Ibrahim
Sunan Dradjat Raden Qosim
Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan / Ja’far Shadiq
Sunan Muria Raden Umar Said
Sunan Kalijaga Raden Mas Syahid / Raden Said
Sunan Giri Muhammad Ainul Yakin (Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden ‘Ainul Yaqin dan Joko Samudro)
Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim, juga dikenal sebagai Sunan Gresik, adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah pada paruh awal abad ke-14. Ia memiliki tiga istri dan banyak anak, termasuk Sharifah Sarah yang kemudian menjadi ibu dari Sunan Santri/Raden Santri, Sunan Manyuran, Sunan Ngudung, dan akhirnya Sunan Kudus.

Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan merangkul masyarakat Jawa yang tersisihkan di tengah krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan untuk belajar agama di Leran, Gresik, dan mendirikan Masjid Jami’ Gresik sebagai tempat peribadatan Islam pertama di Jawa. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat, dan makamnya berada di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Sunan Ampel, nama asli Raden Rahmat, adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia memiliki silsilah panjang hingga Nabi Muhammad. Sunan Ampel dikenal sebagai sesepuh para wali dan mendirikan pesantren di Ampel, Surabaya, salah satu pusat penyebaran Islam tertua di Jawa.

Ia menikahi beberapa istri dan memiliki banyak anak. Ia tiba di Majapahit sebelum jatuhnya Kerajaan Champa pada tahun 1446 M. Sunan Ampel berusaha memperkenalkan Islam kepada Arya Damar di Palembang, yang kemudian memeluk Islam dan dikenal sebagai Ario Abdillah.

Makam Sunan Ampel terletak dekat dengan Masjid Ampel, Surabaya, menjadi warisan berharga yang menggambarkan peran pentingnya dalam penyebaran Islam di Jawa dan perpaduan budaya antara Champa dan Jawa.

3. Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim)

Sunan Bonang, putra Sunan Ampel, adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia lahir dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang menggunakan seni sebagai sarana dakwah untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk Islam. Ia dikenal sebagai pencipta suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih populer hingga kini. Sunan Bonang juga berkontribusi dalam pembaharuan gamelan Jawa dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dikaitkan dengan namanya.

Meskipun Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa yang disebut “Het Boek van Bonang” atau “Buku Bonang,” menurut G.W.J. Drewes, bukan karya Sunan Bonang, tetapi mungkin saja berisi ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.

4. Sunan Dradjat (Raden Qosim)

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Nama aslinya adalah Masih Munat, yang ketika masih kecil dikenal sebagai Raden Qosim. Sunan Drajat dikenal karena kegiatan sosialnya, termasuk penyatuan anak-anak yatim dan orang sakit.

Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat aktif dalam dakwah kepada masyarakat umum, dengan menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran sebagai bentuk pengamalan agama Islam. Pesantren Sunan Drajat, yang terletak di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan. Tembang macapat Pangkur juga disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok, warisan dari Sunan Drajat, dapat ditemukan di Museum Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada tahun 1522.

5. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung, atau Raden Usman Haji, dengan Dewi Sari binti Ahmad Wilwatikta, dan merupakan keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus memiliki peran penting dalam Kesultanan Demak, sebagai panglima perang, penasihat Sultan Demak, Mursyid Thariqah, dan hakim peradilan negara. Ia aktif dalam berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa.

Di antara murid-muridnya terdapat tokoh seperti Sunan Prawoto, penguasa Demak, dan Arya Penangsang, adipati Jipang Panolan. Sunan Kudus juga dikenal karena membangun Masjid Menara Kudus, yang memiliki arsitektur campuran antara gaya Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

Advertisements

6. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Sunan Muria, yang nama lahirnya Umar Said, adalah seorang ulama dan anggota dewan Wali Songo. Ia adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Sunan Muria dikenal karena tempat pemakamannya yang terletak di Gunung Muria, di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah. Ia wafat pada tahun 1560 M.

Salah satu kontribusinya adalah dalam seni pertunjukan, di mana ia menciptakan tembang-tembang cilik jenis Sinom dan Kinanthi. Sunan Muria juga aktif dalam seni pertunjukan wayang, memainkan sejumlah lakon carangan pertunjukan wayang gubahan Sunan Kalijaga.

Melalui media pertunjukan wayang dan seni tradisional, Sunan Muria menyebarkan ajaran Islam dan memberikan penerangan kepada masyarakat tentang tauhid. Ia berhasil mengembangkan dakwah Islam di berbagai daerah, termasuk Jepara, Tayu, Juwana, dan sekitar Kudus.

7. Sunan Kalijaga (Raden Said)

Sunan Kalijaga, anggota dewan Walisongo, adalah sosok yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Ia bukan hanya seorang ulama, tetapi juga penasihat keraton, seniman, dan arsitek ulung. Sunan Kalijaga dikenal sebagai sosok yang sangat toleran terhadap budaya lokal dan menggunakan metode dakwah yang bertahap dan mempengaruhi masyarakat dengan lembut.

Ia memahami bahwa serangan terhadap kebiasaan lama akan membuat masyarakat menjauh, sehingga ia memilih pendekatan yang lebih inklusif. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana utama untuk berdakwah. Metodenya terbukti sangat efektif, dan banyak adipati di Jawa, termasuk adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, dan Pajang, memeluk Islam melalui pengaruhnya.

Sunan Kalijaga diyakini hidup selama lebih dari 100 tahun dan mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit, serta berperan penting dalam berdirinya Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, dan munculnya Kerajaan Pajang serta awal Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati. Makamnya terletak di Kadilangu, Demak.

8. Sunan Giri (Muhammad Ainul Yakin)

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke Kepulauan Maluku.

Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima, Nusa Tenggara Barat. Makam Sunan Giri terletak di Desa Giri, Kabupaten Gresik.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja yang masih termasuk keturunan Nabi Muhammad.

Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten.

Kisah Wali Songo adalah warisan berharga yang harus kita jaga. Mereka tidak hanya mengubah panorama agama di Indonesia tetapi juga memberikan warisan budaya dan sosial yang penting dalam sejarah negeri ini. Melalui perjuangan mereka, Islam menjadi akar yang kuat dalam keberagaman budaya Indonesia. Semua ini adalah cerminan dari semangat mereka dalam menyebarluaskan ajaran Islam di Nusantara, menjembatani perbedaan budaya, dan memimpin masyarakat menuju cahaya yang membawa perdamaian dan kebijaksanaan.

1214 kata telah ditemukan dalam artikel ini

Source
Wali Sanga

Eliyanto Sarage

Every project has a unique story behind it, from the initial concept to the stunning final result.

Artikel Terkait

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button
Close

Adblock Terdeteksi

Untuk pengalaman terbaik di situs kami, kami sarankan untuk menonaktifkan AdBlock. Klik di sini untuk panduan singkat. Terima kasih!